Kekuasaan
Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan (wikipedia, 2012) adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang
atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh
atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku
orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam
Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak
lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan,
kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila
dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac
Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan
tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi
perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan
cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg
memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek
sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU
(subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari
kekuasaan).
Jenis-Jenis Kekuasaan
Pada dasarnya telah dikenal bentuk-bentuk kekuasaan yang dijadikan sebagai dasar dalam sistem pemerintahan. Jenis-jenis kekuasaan tersebut terbagi menjadi 3 dan akan dijelaskan secara lengkap dibawah ini:
1. Monarki dan Tirani
Monarki berasal dari kata ‘monarch’ yang berarti raja, yaitu jenis
kekuasaan politik di mana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan
dominan negara (kerajaan). Para pendukung monarki biasanya mengajukan
pendapat bahwa jenis kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan ini lebih
efektif untuk menciptakan suatu stabiltas atau konsensus di dalam proses
pembuatan kebijakan. Perdebatan yang bertele-tele, pendapat yang
beragam, atau persaingan antarkelompok menjadi relatif terkurangi oleh
sebab cuma ada satu kekuasaan yang dominan.
Negara-negara yang menerapkan jenis kekuasaan monarki hingga saat ini
adalah Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Norwegia, Belgia, Luxemburg,
Jepang, Muangthai, dan Spanyol. Di negara-negara ini, monarki menjadi
instrumen pemersatu yang cukup efektif, misalnya sebagai simbol
persatuan antar berbagai kelompok yang ada di tengah masyarakat. Kita
perhatikan negara yang modern dan maju seperti Inggris dan Jepang pun
masih menerapkan sistem monarki.
Namun, di negara-negara ini, penguasa monarki harus berbagi kekuasaan
dengan pihak lain, terutama parlemen. Proses berbagi kekuasaan tersebut
dikukuhkan lewat konstitusi (Undang-undang Dasar), dan sebab itu,
monarki di era negara-negara modern sesungguhnya bukan lagi absolut
melainkan bersifat monarki konstitusional. Bahkan, kekuasaannya hanya
bersifat simbolik (sekadar kepala negara) ketimbang amat menentukan
praktek pemerintahan sehari-hari (kepala pemerintahan). Di ke-10 negara
monarki yang telah disebut di atas, pihak yang relatif lebih berkuasa
untuk menentukan jalannya pemerintahan adalah parlemen dengan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahannya.
Jenis monarki lainnya yang kini masih ada adalah Arab Saudi. Negara
ini berupa kerajaan dan raja adalah sekaligus kepala negara dan
pemerintahan. Kekuasaan raja tidak dibatasi secara konstitusional, tidak
ada partai politik dan oposisi di sana. Pola kekuasaan di Arab Saudi
juga dikenal sebagai dinasti (Dinasti al-Saud), di mana pewaris raja
adalah keturunannya.
Bentuk pemerintahan yang buruk di dalam satu tangan adalah Tirani.
Tiran-tiran kejam yang pernah muncul dalam sejarah politik dunia
misalnya Kaisar Nero, Caligula, Hitler, atau Stalin. Meskipun Hitler
atau Stalin memerintah di era negara modern, tetapi jenis kekuasaan yang
mereka jalankan pada hakekatnya terkonsentrasi pada satu tangan, di
mana keduanya sama sekali tidak mau membagi kekuasaan dengan pihak lain,
dan kerap kali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun lawan
politik.
2. Aristokrasi dan Oligarki
Dalam jenis kekuasaan monarki, raja atau ratu biasanya bergantung
pada dukungan yang diberikan oleh para penasihat dan birokrat. Jika
kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh orang-orang ini (penasihat dan
birokrat) maka jenis kekuasaan tidak lagi berada pada satu orang (mono)
melainkan beberapa (few).
Aristokrasi sendiri merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit (few)
dalam masyarakat, di mana mereka ini mempunyai status sosial, kekayaan,
dan kekuasaan politik yang besar. Ketiga hal ini dinikmati secara
turun-temurun (diwariskan), menurun dari orang tua kepada anak. Jenis
kekuasaan aristokrasi ini disebut pula sebagai jenis kekuasaan kaum
bangsawan (aristokrasi).
Biasanya, di mana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik,
maka di sana ada pula monarki. Namun, jenis kekuasaan oleh beberapa
orang ini —aristokrasi— tidak bertahan lama, oleh sebab orang-orang yang
orang tuanya bukan bangsawan pun bisa duduk mempengaruhi keputusan
politik negara asalkan mereka berprestasi, kaya, berpengaruh, dan
cerdik. Jika kenyataan ini terjadi, yaitu peralihan dari kekuasaan para
bangsawasan ke kelompok non-bangsawan, maka hal tersebut dinyatakan
sebagai peralihan atau pergeseran dari aristokrasi menuju oligarki.
3. Demokrasi dan Mobokrasi
Jika kekuasaan dipegang oleh seluruh rakyat, bukan oleh mono atau
few, maka kekuasaan tersebut dinamakan demokrasi. Di dalam sejarah
politik, jenis kekuasaan demokrasi yang dikenal terdiri dari dua
kategori. Kategori pertama adalah demokrasi langsung (direct democracy)
dan demokrasi perwakilan (representative democracy).
Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya secara langsung,
tanpa perantara. Salah satu pendukung demokrasi langsung adalah Jean
Jacques Rousseau, di mana Rousseau ini mengemukakan 4 kondisi yang
memungkinkan bagi dilaksanakannya demokrasi langsung yaitu :
- Jumlah warganegara harus kecil.
- Pemilikan dan kemakmuran harus dibagi secara merata (hampir merata).
- Masyarakat harus homogen (sama) secara budaya.
- Terpenuhi di dalam masyarakat kecil yang bermata pencaharian pertanian.
Di dalam demokrasi langsung, memang kedaulatan rakyat lebih
terpelihara oleh sebab kekuasaannya tidak diwakilkan. Semua warganegara
ikut terlibat di dalam proses pengambilan keputusan, tanpa ada yang
tidak ikut serta. Namun, di zaman pelaksanaan demokrasi langsung
sendiri, yaitu di masa negara-kota Yunani Kuno, ada beberapa kelompok
masyarakat yang tidak diizinkan untuk ikut serta di dalam proses
demokrasi langsung yaitu: budak, perempuan, dan orang asing.
Dengan alasan kelemahan demokrasi langsung, terutama oleh
ketidakrealistisannya untuk diberlakukan dalam keadaan negara modern,
maka demokrasi yang saat ini dikembangkan adalah demokrasi perwakilan.
Di dalam demokrasi perwakilan, tetap rakyat yang memerintah. Namun, itu
bukan berarti seluruh rakyat berbondong-bondong datang ke parlemen atau
istana negara untuk memerintah atau membuat UU. Tentu tidak demikian.
Rakyat terlibat secara ‘total’ di dalam mekanisme pemilihan pejabat
(utamanya anggota parlemen) lewat Pemilihan Umum periodik (misal: 4 atau
5 tahun sekali). Dengan memilih si anggota parlemen, rakyat tetap
berkuasa untuk membuat UU, akan tetapi keterlibatan tersebut melalui si
wakil. Wakil ini adalah orang yang mendapat delegasi wewenang dari
rakyat. Di Indonesia, 1 orang wakil rakyat (anggota parlemen) kira-kira
mewakili 300.000 orang pemilih.
Dengan demokrasi perwakilan, rakyat tidak terlibat secara penuh di
dalam membuat UU negara. Misalnya saja, dari hampir 200 juta jiwa
warganegara Indonesia, proses pemerintahan demokrasi di tingkat parlemen
hanya dilakukan oleh 500 orang wakil rakyat yang duduk menjadi anggota
DPR. Bandingkan kalau saja Indonesia menerapkan demokrasi langsung di
mana 200 juta rakyat Indonesia duduk di parlemen. Kacau dan pasti
memakan biaya mahal, bukan? Dengan kenyataan ini maka demokrasi
perwakilan lebih praktis ketimbang demokrasi langsung.
Dalam demokrasi, baik langsung ataupun tidak langsung, keterlibatan
rakyat menjadi tujuan utama penyelenggaraan negara. Masing-masing
individu rakyat pasti ingin kepentinganyalah yang terlebih dahulu
dipenuhi. Oleh sebab keinginan tersebut ingin didahulukan, dan pihak
lain pun sama, dan jika hal ini berujung pada situasi chaos (kacau)
bahkan perang (bellum omnium contra omnes — perang semua lawan semua),
maka bukan demokrasi lagi namanya melainkan mobokrasi. Mobokrasi adalah
bentuk buruk dari demokrasi, di mana rakyat memang berdaulat tetapi
negara berjalan dalam situasi perang dan tidak ada satu pun kesepakatan
dapat dibuat secara damai.
Kekuasaan pada dasarnya dipegang oleh seorang presiden, perdana menteri atau seorang raja sebagai alat untuk mengontrol negara. Kekuasaan yang dianut tiap negara berbeda-beda hal ini dikarenakan oleh faham yang mereka anut atau karena ada pengaruh dari dalam atau luar yang membuat terbentuknya kekuasaan tersebut. Dahulu Indonesia pernah mengalami masa-masa dimana kekuasaan bersifat monarki (kerajaan) dimana saat itu banyak bermunculan kerajaan besar, khususnya Majapahit kerajaan yang sangat maju pada saat itu. Seiring bergantinya waktu masa-masa kejayaan majapahit pun runtuh dan begitu pula kerajaan-kerajaan lainnya yang berada di Indonesia. HIngga berubahlah sistem kekuasaan Indonesia dari kekuasaan yang bersifat monarki (kerajaan) ke Demokrasi.
Sumber:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/jenis-kekuasaan-bentuk-negara-dan-sistem-pemerintahan/
Tags:
Tugas Kuliah
Leave a comment