Metode Statistik Non Parametik

METODE STATISTIK NON PARAMETIK




Pendahuluan
Uji non parametik telah mendapat perhatian di tahun-tahun terakhir ini karena beberapa alasan. Pertama, perhitungan yang diperlukan sederhana dan dapat dikerjakan dengan cepat. Kedua, datanya tidak harus merupakan pengukutan kuantitatif, tetapi dapat berupa respons yang kualitatif, seperti produk "cacat" atau "tidak cacat", "ya" atau "tidak", dan lain sebagainya, atau nilai-nilai suatu skala ordinal. Pada skala ordinal, subyeknya diberi peringkat menurut suatu urutan tertentu, dan suatu uji nonparametik menganalisis peringkat-peringkat tersebut. Ketiga dan mungkin keuntungan paling penting dalam menggunakan uji nonparametik adalah bahwa uji-ujinya disertai dengan asumsi-asumsi yang jauh tidak mengikat dibandingkan dengan uji parametik padanannya. 

Disamping kelebihan dan kemudahan dalam penggunaan statistik nonparametik, terdapat kelemahan yang melekat pada uji nonparametik. terutama, uji-uji itu tidak dapat memanfaatkan semua informasi yang dikandung dalam contoh. Akibat pemborosan ini, uji nonparametik selalu sedikit kutang efisien dibandingkan  prosedur parametiknya bila kedua metode dapat diterapkan, dengan demikian uji nonparametik memerlukan contoh yang lebih besar dibandingkan dengan uji parametik padanannya untuk mencapai peluang galat jenis H yang sama.

Ringkasannya, bila uji parametik dan nonparametik dapat digunakan untuk data yang sama, sehingga diharuskan menghindari uji nonparametik yang "cepat dan mudah" ini dan mengerjakannya dengan teknik parametik yang lebih efisien. Akan tetapi, karena asumsi kenormalan sering kali tidak dapat dijamin berlakunya, dan karena kita tidak selalu mempunyai hasil pengukuran yang kuantitatif sifatnya, maka beruntunglaj bahwa statistikawan telah menyediakan sejumlah prosedur nonparametik yang bermanfaat. Metode yang terdapat dalam statistik nonparametik sebenarnya ada banyak, diantara banyak metode tersebut ada 2 metode yang akan dibahas yaitu uji tanda (sign test) dan uji peringkat bertanda wilcoxon. (Walpole, 1992)

Uji Tanda (Sign Test)
Prosedur untuk pengujian hipotesis nol yang menyatakan bahwa miu = miunol  sah untuk digunakan hanya bila populasinya sekurang-kurangnya menghampiri normal atau ukuran contohnya besar. Akan tetapi, bila n < 30 atau populasinya jelas tidak normal, dapat digunakan uji nonparametik. Mungkin yang paling mudah dan paling cepat adalah uji yang disebut uji tanda. Dalam pengujian hipotesis nol Hbahwa miu = miunol lawan alternatifnya diinginkan berdasarkan pada contoh acak berukuran n, uji ini mengganti setiap nilai pengamatan yang melebihi miunol dengan tanda plus  dan setiap nilai contoh yang lebih kecil dengan miunol dengan tanda minus.  Uji tanda hanya dapat diterapkan bila miunol tidak sama dengan nilai pengamatannya, meski secara teoritis peluangnya nol untuk mendapatkan suatu nilai pengamatan yang persis sama dengan miunol bila populasinya kontinu. (Walpole, 1992)

Dalam banyak eksperimen,peneliti sering ingin membandingkan pengaruh hasil dua perlakuan. Untuk data yang berpasangan, satu sebagai hasil perlakuan a dan satu yang lain merupakan hasil perlakuan B. untuk membnadingkan kedua hasil perlakuan yang ditinjau dari niali rata-rata, peneliti dapat menggunakan Uji tanda (Sign Test). Uji Tanda diguunakan untuk menguji hipotesis dengan dua komparatif dan datanya berbentuk data ordinal. sangat baik bila syarat-syarat berikut terpenuhi (Fadlilah, 2013):
  1. Pasangan hasil pengamatan yang sedang dibandingkan bersifat independen
  2. Masing-masing pengamatan dari tiap pasang terjadi karena pengaruh kondisi yang serupa
  3. Pasangan yang berlainan teerjadi karena kondisi yang berbeda
Uji Tanda akan dilakukan berdasarkan tanda, yaitu (+) dan (-) yang didapat dari selisih nilai penngamatan. Misalkan hasil pengamatan Xi dan Yi masing-masing terjadi karena perlakuan A dan B (Fadlilah, 2013).
  1. Sampel berukuran n dapat ditulis sebagai (X1, Y1), (X2, y2), … , (Xn, Yn).
  2. Bentuk selisih-selisih (X1-Y1), (X2-Y2), …, (Xn, Yn).
  3. Penentuan tanda (+) atau (-)
( + ) jika Xi > Yi
( – ) jika Xi < Yi
Saat Xi = Yi, abaikan pasangan tersebut
  1. Nyatakan banyak tanda ( + ) atau ( – ) yang paling sedikit dalam h.
    Bilangan h dapat dipakai untuk menguji hipotesis:
  • H0        : Tidak ada perbedaan penngaruh kedua perlakuan.
  • H1        : Terdapat pengaruh kedua perbedaan perlakuan.
Dalam hal ini, pengaruh diukur oleh arata-rata, sehingga uju tanda dapat digunakan untuk menguji kesamaan dua rata-rata populasi.
Kriteria penolakan diperoleh berdasarkan dari harga-harga h sebagai batas criteria pengujian untuk harga n yang didapat.
                           h hitung ≤ h tabel ,  tolak H0
 (Fadlilah, 2013)




Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon
Pada uji tanda, yang dimanfaatkan hanyalah tanda-tanda plus dan minus yang diperoleh dari selisih antara pengamatan dan miunol dalam kasus satu contoh, atau tanda plus dan minus yang diperoleh dari selisih antara pasangan pengamatan dalam kasus contoh berpasangan, tetapi tidak memperhitungkan selisih-selisih tersebut. sebuah uji yang memanfaatkan baik arah maupun besar arah itu diajukan pada tahun 1945 oleh Frank Wilcoxon, atau dalam kasis pengamatan berpasangan disebut juga uji Wilcoxon bagi pengamatan berpasangan (Walpole, 1992)

Asumsi
a. Contoh acak saling bebas dengan median (M) tidak diketahui
b. Peubah yang diamati kontinu
c. Data diukur setidaknya dalam skala interval (selang)
d. Pengamatan saling bebas
 
Hipotesis
a. (Dua arah ) : H0 : M = M0 vs. H1 : M ≠ M0
b. (Satu arah) : H0 : M ≤ M0 vs. H1 : M > M0
c. (Satu arah)  : H0 : M ≥ M0 vs. H1 : M < M0
 
Statistik Uji
Prosedur umum uji peringkat bertanda Wilcoxon adalah sebagai berikut :
1. Hitung selisih nilai data dan median untuk setiap pengamatan, Di = Xi – M0. Jika hasilnya Di = 0, abaikan pengamatan tersebut.
2. Beri peringkat untuk |Di|. Jika ada nilai yang sama (disebut ties) beri peringkat tengah (mid-rank).
3. Pasangkan tanda ‘plus’ dan ‘minus’ pada peringkat sesuai nilai pada langkah pertama.
4. Hitunglah : jumlah peringkat bertanda ‘plus’ (T+), dan jumlah peringkat bertanda ‘minus’ (T-).
Statistik uji yang digunakan untuk masing-masing hipotesis adalah :
a. (Hipotesis a) : T = T’ = min (T-, T+)
b. (Hipotesis b) : T = T
c.  (Hipotesis c) : T = T+
 
Kaidah Keputusan
a. (Hipotesis a) : Tolak H0 jika T’ ≤ Tn(α/2)
b. (Hipotesis b) : Tolak H0 jika T- ≤ Tn(α)
c. (Hipotesis c) : Tolak H0 jika T+ ≤ Tn(α)
Catatan Untuk contoh berukuran besar dapat didekati dengan sebaran normal baku
menggunakan rumus :







atau jika Ties :








Statistik uji T* akan menyebar normal baku, T* » Normal (0,1)

(Daniel, 1990)
   
Referensi :
Daniel, Wayne W.1990.Applied Nonparametric Statistics.USA:PWS KENT Publishing
Walpole, E Ronald. 1992 Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: Gramdia Pustaka Utama
http://fadlilragil.wordpress.com/2012/06/06/uji-tanda/
Read more »
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Sampling Probabilistik dan Sampling Non Probabilistik

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

 
Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya peneliti untuk mendapatkan sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi menjadi 2, yaitu
  1. Sampling Probabilistik (Random Sample)
  2. Sampling Non Probabilistik (Non Random Sample)

1.  Sampling Probabilistik
Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi mempunyai peluang yang sama untuk diamati sebagai sampel. Faktor penunjukkan atau pemilihan sampel yang akan diambil, semata-mata atas pertimbangan peneliti. Dengan cara random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah sebagai berikut:
  1. Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan.
  2. Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan.
  3. Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.
1.1 Penyimpangan (Error)
Dari hasil pengukuran terhadap unit-unit dalam sampel diperoleh nilai-nilai statistik. Nilai statistik ini tidak akan percis dengan nilai parameternya. Perbedaan inilah yang disebut dengan penyimpangan (Error). Secangkan pada non probabilistik sampel, penyimpangan nilai sampel terhadap populasinya tidak mungkin diukur. Pengukuran penyimpangan ini merupakan salah satu bentuk pengujian statistik. Penyimpangan yang terjadi pada perancangan kwesioner, kesalahan petugas pengumpulan data dan pengola data disebut Non Sampling Error.

1.2 Cara Pengambilan Sampel 
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random. 5 cara tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Sampel random sederhana (Simple Random Sampling)
  2. Sampel random sistematik (Systematic Random Sampling)
  3. Sampel random Berstrata (Stratified Random Sampling)
  4. Sampel random berkelompok (Cluster Sampling)
  5. Sampel bertingkat (Multi Stage sampling)
2. Sampling Non Probabilistik
Pemilihan sampel dengan cara ini tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang  diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Cara ini dipergunakan bila biaya sangat sedikit, hasilnya diminta segera, tidak memerlukan ketepatan yang tinggi , karena hanya menggambarkan gambaran umumnya saja.Cara-cara yang dikenal adalah sebagai berikut:

2.1 Sampel dengan Maksud
Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitian saja, yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

2.2 Sampel Tanpa Sengaja
Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan terlebih dahului. Jumlah sampel yang dikehendaki juga tidak berdasarkan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara.

2.3 Sampel Berjatah
Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan terlebih dahulu. Cara ini digunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi daerah dimana penelitian akan dilakukan.

Sumber;
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf

 
Read more »
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Proposal Penelitian Pemanfaatan E-book Sebagai Sarana Pembelajaran Modern


Nama              : Indra Bagus Pratama
NPM               : 33411586
Judul Proposal : Pemanfaatan E-book Sebagai Sarana Pembelajaran Moder



BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang
          Berkembangnya zaman yang semakin modern berdampak pula pada perkembangan teknologi saat ini. Khususnya pada teknologi informasi dan pendidikan yang menjadi semakin praktis dari masa ke masa. Teknologi pada  dasarnya dibuat untuk membantu kerja dari manusia. Kemajuan teknologi di bidang informasi dan pendidikan ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk dapat lebih mengetahui perkembangan-perkembangan di luar serta membantu dalam proses pendidikan khususnya di Indonesia.
          Semakin majunya teknologi informasi, rasanya ada perkembangan signifikan lainnya yang harus dicermati, yaitu beralihnya fungsi buku konvesional menjadi e-book (electronic book) atau biasa dikenal dengan buku elektronik. Munculnya e-book tidak lepas dari majunya teknologi komunikasi dan informasi terutama semakin besarnya pengguna handphone berbasis smartphone dengan jaringan internet yang didukung dengan aplikasi-aplikasi pendukungnya sehingga mempelopori berkembangnya e-book ini. Asalkan ada hardware yang kompatibel untuk mengoperasikan e-book yang berekstensi .pdf dan .exe ini, mau di manapun dan kapanpun juga kita akan tetap bisa menikmati bacaan di dalam e-book dengan nyaman hanya dengan menggunakan smartphone ataupun laptop, tanpa perlu membawa buku yang sangat tebal kemana-mana.
           Dibalik kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh e-book, terdapat beberapa hal yang harus dievaluasi selama berjalannya program pemerintah mengenai buku elektronik gratis untuk jenjang sekolah dasar sampai dengan SMA yang sudah berjalan sejak tahun 2008. Kurangnya sosialisasi kemendiknas mengenai program e-book ini dan kebijakan kemendiknas yang mengizinkan untuk menggandakan hard copy menyebabkan munculnya beberapa hambatan dan rawan penyelewengan dalam berjalannya program e-book ini. Hal tersebut yang mendasari peneliti untuk mengetahui bagaimana memanfaatkan e-book secara benar dan bijak guna dijadikan sebagai sarana pembelajaran modern.

1.2     Perumusan Masalah
          Permasalahan yang terdapat pada penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana pemanfaatan e-book yang baik dan benar dalam upaya menjadikan e-book sebagai sarana pembelajaran modern. Serta bagaimana upaya masyarakat dalam menjalankan program pemerintah tersebut tanpa adanya penyelewengan yang dapat melanggar ketentuan yang berlaku.

1.3     Pembatasan Masalah
          Lepas dari ruang lingkup teknologi informasi yang sangat luas, pembatasan masalah untuk penelitian ini adalah hanya sebatas pada pemanfaatan e-book sebagai sarana pembelajaran modern. User atau pengguna yang dijadikan sampel adalah pelajar.

1.4     Tujuan Penelitian
          Terdapat beberapa tujuan guna mencapai sararan dari penelitian ini. Tujuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.  Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penggunaan e-book sebagai sarana pembelajaran modern.
2.  Mengetahui pemanfaatan e-book yang baik dan benar.
3. Mengetahui apakah e-book lebih dipilih oleh pelajar sebagai referensi dibandingkan dengan buku konvensional.
4.   Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat perkembangan dari e-book.        

1.5     Manfaat Penelitian
          Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi pelajar. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1.  Bagi Pelajar, dapat menambah referensi dalam belajar dikarenakan sudah banyak situs di internet yang menyediakan layanan e-book gratis dan lebih praktis daripada membawa buku yang berukuran tebal.
2.   Bagi pengembangan keilmuan, bermanfaat dalam menambah solusi dalam penyebaran informasi di bidang pengetahuan dan pendidikan.
3.  Bagi peneliti, bermanfaat untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang bagaimana memfaatkan fasilitas e-book dengan baik dan benar.

         



Read more »
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Dasar Hukum K3 di Sektor Pertambangan dan Energi

Dasar Hukum Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Sektor Pertambangan dan Energi



Siapa sih yang mau celaka? Tentunya tidak ada seorang pun yang mau celaka. Tetapi resiko kecelakaan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja termasuk di linkungan tempat kerja. Nah, Keselamatan dan Kesehatan Kerja yg sering disingkat K3 adalah salah satu peraturan pemerintah yang menjamin keselamatan dan kesehatan kita dalam bekerja. Jadi, tidak ada salahnya kita mempelajari lebih jauh mengenai K3.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan

Apa di Indonesia, ada Undang-Undang yang mengatur mengenai K3? Jawabannya ada. Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut :
  • Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
  • Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

  • Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
  • Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
  • Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
  • Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja
Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru dapat disebut memenuhi kelayakan bagi kemanusiaan, apabila keselamatan tenaga kerja sebagai pelaksananya terjamin. Kematian, cacat, cedra, penyakit, dan lain-lain sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan dengan dasar kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir undang-undang dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan kerja.

Pada   umumnya   setiap   sektor  mempunyai   dasar   hukum  dalam bentuk Undang-undang sebagai landasan pelaksanaan kegiatan di sektor   tersebut.  Berdasarkan Undang-undang  tersebut  diterbitkan berbagai  Peraturan  Pemerintah   (PP)   tentang  berbagai   hal   yang dalam  undang-undang   tersebut   perlu   jabarkan   dalam Peraturan Pemerintah.  Peraturan Pemerintah disusun atas dasar  ketentuan dalam   Undang-undang   terkait.   Peraturan   Pemerintah   dibuat sebagai pelaksanaan suatu Undang-undang. Jadi seharusnya tidak ada   Peraturan   Pemerintah   yang   tidak   ada   landasan   Undang-undangnya. Dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah pada   umumnya   disebut   instansi   yang   bertanggung   jawab   atas ketentuan yang diatur.

Sejarah pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan dan energi secara terkendali dimulai pada Tahun 1930 yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Hindia Belanda yakni Mijn Politie Reglement (MPR) 1930 tentang pengawasan keselamatan kerja perminyakan.

Seirama dengan derap langkah kemajuan pembangunan di sektor pertambangan dan energi telah melahirkan banyak kebijakan menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja, baik di bidang minyak dan gas bumi, bidang ketenagalistrikan maupun bidang pertambangan umum. Ini menunjukkan bahwa penanganan pengawasan keselamatan kerja di sektor pertambangan dan energi mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah.

Sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam sector pertambangan dan energi, maka pengaturan regulasinyapun diatur berdasarkan bidang-bidang tersebut, yakni :

Bidang Ketenagalistrikan

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja bidang ketenagalistrikan adalah sebagai berikut :
  1. UU No.1 / 1970 ttg Keselamatan Kerja
  2. UU No.15 / 1985 ttg Ketenagalistrikan
  3. PP No.03 / 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
  4. PP No.26 / 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
  5. Keppres No.22 / 1993 ttg Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
  6. Kep Menaker No.5/Men/1996 ttg Sistem Manajemen K3 (SMK3)
  7. Kep Direksi No.090.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Instalasi
  8. Kep Direksi No.091.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Umum
  9. Kep Direksi No.092.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Kerja
  10. Kep Direksi No. 093.K/DIR/2005 ttg Pedoman  Keselamatan Lingkungan

Bidang Minyak dan Gas Bumi (Migas)

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja bidang minyak dan gas bumi adalah sebagai berikut :
  1. Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
  2. Undang-Undang No.1 / 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. Mijn Politie Reglement Staatsblad 1930 Nomor 341 Peraturan Keselamatan Kerja Tambang.
  4. PP. No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  5. PP. No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas di Daerah Lepas Pantai.
  6. PP. No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
  7. PP. No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.
  8. PP. No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilar Migas.
  9. Permen Pertambangan Nomor 02/P/M/Pertamb/1975 Keselamatan Kerja Pada Pipa Penyalur Serta Fasilitas kelengkapan Untuk Pengangkutan Minyak Dan Gas Bumi Diluar Wilayah Kuasa Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi.
  10. Permen Pertambangan No. 05/P/M/Pertamb/1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikat Kelayakan Konstruksi untuk Platform Migas di Daerah Lepas Pantai.
  11. Permen Pertambangan dan Energi No. 06P/0746/M.PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yang Dipergunakan dalam Pertambangan Migas dan Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi.
  12. Permen Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 045 Tahun 2006
    Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur Dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak Dan Gas Bumi.
  13. Kepmen Pertambangan Dan Energi Nomor 300k/38/Mpe/1997
    Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Dan Gas Bumi.
  14. Keputusan Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi Nomor 39 K/38/DJM/2002 tentang Pedoman Dan Tatacara Pemeriksaan Keselamatan Kerja Atas Tangki Penimbun Minyak Dan Gas Bumi.
Bidang Pertambangan Umum.

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja bidang pertambangan umum adalah sebagai berikut :
  1. Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
  2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. PR 1930 No. 341 tentang Peraturan Kepolisian Pertambangan
  4. PP No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  5. Peraturan Umum Tenaga Listrik (PUIL).
  6. Peraturan Menteri Tamben No. 1/P/M/Pertamb/1978 tentang pengawasan Keselamatan Kerja Kapal Keruk.
  7. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.

Peraturan K3 Terkait Sektor Pertambangan dan Energi.
Dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan dan energi harus memperhatikan undang-undang yang telah dibuat sebelumnya, yang sampai sekarang ini masih tetap dipakai. Peraturan-peraturan tersebut di bawah ini, umumnya dapat dikategorikan sebagai landasan sektor ketenagakerjaan (sektor yang khusus menangani persoalan tenaga kerja serta segala persoalannya) dalam melakukan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja.

A.        Undang-Undang.
  1. Undang-undang Uap Tahun 1930,  mengatur   tentang keselamatan dalam   pemakaian   pesawat   uap.   Pesawat   uap   menurut   Undang-undang  ini  adalah ketel  uap,  dan alat-alat   lain yang bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan   udara.   Undang-undang   ini   melarang   menjalankan   atau mempergunakan   pesawat   uap   yang   tidak   mempunyai   ijin   yang diberikan   oleh   kepala   jawatan   pengawasan   keselamatan   kerja (sekarang Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja-Departemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian   dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan Pemerintah diberikan Akte Ijin. Undang-undang   ini   juga  mengatur   prosedur   pelaporan   peledakan pesawat   uap,   serta   proses   berita   acara   pelanggaran   ketentuan undang-undang ini.
  2. Undang-undang   nomor   3   Tahun   1969  tentang   Persetujuan Konvensi  Organisasi  Perburuhan Internasional  nomor 120 mengenai Higiene   dalam  Perniagaan   dan   Kantor-kantor.   Undang-undang   ini memberlakukan Konvensi ILO nomor 120, yang berlaku bagi badan-badan   perniagaan,   jasa,   dan   bagian   bagiannya   yang   pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor. Dalam azas umum konvensi ini diatur   syarat   kebersihan,   penerangan   yang   cukup   dan   sedapat mungkin  mendapat   penerangan   alam,   suhu   yang   nyaman,   tempat kerja   dan   tempat   duduk,   air  minum,   perlengkapan   saniter,   tempat ganti   pakaian,   persyaratan   bangunan   dibawah   tanah,   keselamatan terhadap   bahan,   proses   dan   teknik   yang   berbahaya,   perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K.
  3. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri dari XI bab dan 18 pasal. Didalam  penjelasan   umum,   disebutkan   bahwa  Undang-undang   ini merupakan   pembaharuan   dan   perluasan   dibandingkan   dengan undang-undang   sebelumnya   (Veilegheids  Reglement   Tahun   1910).

B.        Peraturan Pemerintah
  1. Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan tekanan uapnya,  yaitu  lebih besar  dari    1 kg/cm2  di  atas   tekanan udara  luar  dan paling  tinggi  1kg/cm2  di  atas  tekanan udara  luar. Peraturan in memuat ketentuan untuk   mendapatkan ijin penggunaan pesawat   uap,   serta   ketentuan  mengenai   pesawat   uap   yang   tidak memerlukan   akte   ijin.   Peraturan   ini   memuat   persyaratan   teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel  uap,  pengering uap,  penguap,  bejana uap antara  lain mengenai  persyaratan bahan pembuat, perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian.
  2. Peraturan   Pemerintah   R.I   nomor   19   Tahun   1973  tentang Pengaturan   dan   Pengawasan   Keselamatan   Kerja   di   Bidang Pertambangan,  mengatur   pengaturan   keselamatan   kerja   di   bidang pertambangan   dilakukan   oleh   Menteri   Pertambangan   setelah mendengar   pertimbangan   Menteri   Tenaga   Kerja.   Menteri Pertambangan   melakukan   pengawasan   keselamatan   kerja berpedoman   kepadan  Undang-undang   nomor   1  Tahun   1970   serta Peraturan   pelaksanaannya.   Pengangkatan   pejabat   pegawasan keselamatan kerja setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja.   Pejabat   tersebut   mengadakan   kerjasama   dengan   pejabat pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja baik di Pusat   dan   di   Daerah.     Juga   diatur   pelaporan   pelaksanaan pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari Peraturan Pemerintah ini.
  3. Peraturan   Pemerintah   R.I   nomor   11   Tahun   1975  tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal. Peraturan  ini  mewajibkan setiap  instalasi  atom mempunyai  petugas proteksi  radiasi.  Untuk mengawasi  ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang. Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No.  63  tahun 2000  tentang Keselamatan dan Kesehatan  terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
  4. Peraturan Pemerintah R.I. No.   11   Tahun   1979  tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal mengatur tata usaha dan pengawasan   keselamatan   kerja   pada   pemurnian   dan   pengolahan minyak   dan   gas   bumi,   wewenang   dan   tanggung   jawab   menteri pertambangan,   dan  dalam pelaksanaan  pengawasan  menyerahkan kepada  Dirjen   dengan   hak   substitusi   sedang   tugas   dan   pekerjaan pengawasan   tersebut   dilaksanakan   oleh   kepala   inspeksi   dan pelaksana inspeksi tambang. Peraturan   pemerintah   ini   juga   mengatur   persyaratan   teknis keselamatan   dalam pemurnian   dan   pengolahan   mulai   dari perencanaan,   pembangunan,   pengoperasian,   pemeliharaan   dan perbaikan   instalasi,   termasuk   persyaratan   keselamatan   untuk bangunan,  jalan tempat  kerja,  pesawat  dan perkakas,  demikian pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi uap   air,   tungku   pemanas,   dan   heat   exchanger,   instalasi   penyalur, tempat  penimbunan,  pembongkaran dan pemuatan minyak dan gas bumi,  pengolahan bahan berbahaya,   termasuk mudah  terbakar  dan mudah  meledak   dalm  ruang   kerja,   proses   dan  peralatan     khusus, listrik, penerangan lampu, pengelasan, penyimpanan dan pemakaian zat radioaktif, pemadam kebakaran, larangan dan pencegahan umum, pencemaran  lingkungan,  perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri,   pertolongan   pertama   pada   kecelakaan,   syarat-syarat   pekerja, kesehatan dan kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik   dan   pekerja,   pengawasan,   tugas   dan  wewenang   pelaksana inspeksi   tambang,   keberatan   dan  pertimbangan,   ketentuan   pidana, ketentuan peralihan dan penutup.
C.        Peraturan Menteri.
  1. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja,   Transmigrasi   dan   Koperasi nomor   Per-03/Men/1978  tentang   Persyaratan   penunjukan   dan wewenang   serta   kewajiban  Pegawai   pengawas   keselamatan   kerja dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini   mengatur   persyaratan   untuk   ditunjuk   sebagai   pengawas keselamatan kerja dan sebagai  ahli  keselamatan kerja,  kewenangan dan kewajiban pegawai  pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat   karena   jabatannya.   Kesengajaan   membuka   rahasia   ini diancam  hukuman   sesuai   ketentuan  Undang-undang   Pengawasan Perburuhan.
  2. Peraturan  Menteri   Tenaga  Kerja   dan   Transmigrasi   nomor  Per 02/Men/1980  tentang   Pemeriksaan   Kesehatan   Kerja   dalam Penyelenggaraan   Keselamatan   kerja,   terdiri   atas   sebelas   pasal. Semua   perusahaan   yang   termasuk   dalam  ruang   lingkup  Undang-undang   Keselamatan   kerja   harus   mengadakan   pemeriksaan kesehatan   sebelum  bekerja   dan   pemeriksaan   kesehatan   berkala. Pemeriksaan   kesehatan   khusus   dilakukan   terhadap   tenaga kerja/golongan   tenaga   kerja   tertentu.   Direktur   Jenderal   dapat menunjuk   Badan   sebagai   penyelenggara   pemeriksaan   kesehatan tenaga kerja.
  3. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja   dan   Transmigrasi   nomor 04/Men/1980  tentang Syarat-syarat  Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam bab dan 27 pasal. Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat  pemadam api   ringan dibagi  menjadi   jenis cairan,   jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas. Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan.   Dalam   peraturan   menteri   ini   juga   diatur   tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.
  4. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja   dan   Transmigrasi   nomor 01/Men/1982  tentang Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal.   Peraturan  menteri   ini  mencabut   peraturan   khusus   FF   dan peraturan khusus DD.  Mengatur  bejana  tekan selain pesawat  uap, termasuk   botol-botol   baja,   bejana   transport,   pesawat   pendingin, bejana   penyimpanan   gas   yang   dikempa  menjadi   cair   terlarut   atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara pengisian, pengangkutan,   pembuatan   dan   pemakaian,   dan   pemasangan, perbaikan dan perubahan teknis.
  5. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja   dan   Transmigrasi   nomor 02/Men/1982 tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal. Menurut peraturan ini, juru las digolongkan menjadi   juru  las  kelas  I,  kelas   II,  dan kelas   III.  Juru  las  dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan, dan mempunyai sertifikat juru las. Pengujian juru las terdiri dari ujian teori   dan   ujian   praktek.   Ujian   praktek   harus   dapat  menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.
  6. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  02 Tahun 1983  tentang Instalasi  Alarm Kebakaran Otomatik,  terdiri  dari  delapan bab dan 87 pasal,   mengatur   perencanaan,   pemasangan,   pemeliharaan   dan pengujian  instalasi  alarm kebakaran otomatik di   tempat  kerja.  Diatur ruangan   dan   bagiannya   yang   memerlukan   detektor   kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api.
  7. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  03   Tahun 1985  tentang Keselamatan   dan   Kesehatan   kera   Pemakaian   Asbes,   terdiri   atas sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan   asbes   dengan   menyemprotkan.   Selain   itu   diatur kewajiban   pengurus   untuk   menyediakan alat   pelindung   diri, penerangan   pekerja, melaporkan proses dan jenis   asbes yang digunakan,   memasang   tanda/rambu,   pengendalian debu   asbes, analisa debu asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara   pencegahannya.  Kewajiban   tenaga   kerja   untuk  memakai   alat pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan,  dan melaporkan kerusakan alat  pelindung diri,  alat  kerja dan/atau ventilasi. Selain   itu   diatur   kebersihan lingkungan   kerja,   dan   pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
  8. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  04 Tahun 1985  tentang Pesawat  Tenaga dan Produksi,   terdiri  atas dua belas bab dan 147 pasal,  mengatur   ketentuan   umum  teknis   keselamatan   kerja   pada pesawat   tenaga   dan   pesawat   produksi,   ketentuan  mengenai   alat perlindungan,  pengujian bagi  bejana  tekan sebagai  penggerak mula motor   diesel,   keselamatan   perlengkapan   transmisi   mekanik, keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan, pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
  9. Menteri   Tenaga   Kerja   nomor   05   Tahun   1985  tentang   Pesawat angkat   dan   Angkut,   terdiri   atas   dua   belas   bab   dan   146   pasal, mengatur   perencanaan,   pembuatan,   pemasangan,   peredaran, pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat  angkat  dan angkut.  Syarat  keselamatan mencakup bahan konstruksi,   serta   perlengkapan   pesawat   angkat   dan   angkut,   harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang diijinkan  harus  ditulis  pada bagian   yang  mudah  dilihat  dan  dibaca dengan jelas. Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi   beban  maksimum  yang   diijinkan.   Peraturan   ini  mengatur syarat-syarat   teknis berbagai  pesawat  angkat  dan angkut,   termasuk komponen-komponennya.  Demikian pula pesawat  angkutan di  atas landasan dan diatas permukaan, alat angkutan jalan riil, pengesahan, pemeriksaan dan pengujian.
  10. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  04 Tahun 1987  tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli  Keselamatan Kerja,   terdiri  dari  16 pasal.  Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan   100   orang   pekerja   atau   lebih   atau  menggunakan bahan,   proses   dan   instalasi   yang  mempunyai   risiko   besar   terjadi peledakan,   kebakaran,   keracunan   dan   penyinaran   radioaktif membentuk P2K3.   Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli K3.
  11. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  01 Tahun 1988  tentang Kualifikasi   dan   Syarat-syarat   Operator   Pesawat   Uap,   terdiri   atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator   kelas   I   dan   operator   kelas   II.   Peraturan   ini   mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan,  administrasi, mengikuti   kursus   operator   dan   lulus   ujian   sesuai   kualifikasinya. Operator   diberi   kewenangan   sesuai   dengan   kualifikasinya.   Jumlah dan   kualifikasi   operator   untuk   ketel   uap   serta   kurikulum  operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
  12. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  04 Tahun 1988  tentang Berlakunya   Standard   Nasional   Indonesia   (SNI)   No:   SNI-225-1987 Mengenai  Peraturan  Umum  Instalasi   Listrik   Indonesia   1987   (PUIL 1987)  di  Tempat  Kerja,   terdiri  atas   sepuluh pasal,  memberlakukan PUIL 1987 di   tempat  kerja.  Pengurus wajib menyesuaikan  instalasi listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan ketentuan SNI 225-1987.
  13. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  01 Tahun 1989  tentang Kualifikasi   dan   Syarat-syarat   Operator   Keran   Angkat,   terdiri   atas delapan bab dan 13 pasal.  Kualifikasi  operator   terdiri  dari  operator kelas   I,   Operator   kelas   II   dan   operator   kelas   III.     Peraturan   ini mengatur   persyaratan   pendidikan,   pengalaman,   umur,   kesehatan, administrasi,   mengikuti   kursus   operator   dan   lulus   ujian   sesuai kualifikasinya.   Operator   diberi   kewenangan   sesuai   dengan kualifikasinya, dan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk masing-masing keran dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
  14. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  02 Tahun 1989  tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal,   mengatur   persyaratan   istalasi   penyalur   petir   tentang kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau hasil pengujian bagian-bagian   instalasi.   Memuat   persyaratan   teknis   untuk   penerima, penghantar   penurunan,   pembumian,   menara,   bangunan   yang mempunyai   antena,   persyaratan   instalasi   penyalur   petir   untuk cerobong   asap.  Selain   itu  diatur   juga   pemeriksaan  dan   pengujian, pengesahan dan ketentuan pidana.
  15. Peraturan  Menteri   Tenaga  Kerja   nomor   02   Tahun   1992  tentang Tatacara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan   Kerja,   terdiri   dari   lima bab dan 15   pasal,   mengatur persyaratan   untuk   dapat   ditunjuk   menjadi   ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan berdasarkan permohonan dari pimpinan   instansi   dan   dokumen   pribadi   yang perlu  dilampirkan.. Kewajibannya   adalah  membantu  mengawasi   pelaksanaan   peraturan perundang-undangan   K3   dan   melaporkan   pelaksanaan   tugasnya kepada Menteri  Tenaga Kerja  serta merahasiakan  keterangan  yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
  16. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  05 Tahun 1996    tentang Sistem Manajemen   Keselamatan   dan   Kesehatan   Kerja,   terdiri   dari sepuluh bab dan   12 pasal  serta  tiga  lampiran,  mengatur   tujuandan sasaran   Sistem   Manajemen   K3,   kriteria   perusahaan   yang   wajib melaksanakannya, dan harus dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai suatu kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai  Audit  SMK3 dan Sertifikat  Keselamatan dan Kesehatan   Kerja.   Lampiran   I  memuat   pedoman   penerapan   SMK3, lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.
  17. Peraturan  Menteri   Tenaga  Kerja   nomor   03   Tahun   1998  tentang Tatacara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan   15   pasal,   mengatur   kewajiban   pengurus   atau   pengusaha DK3N – LK3I  12melaporkan   kecelakaan,   tatacara   pelaporan   dan   pemeriksaan   dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja,  lampiran III  bentuk  laporan pemeriksaan dan   pengkajian   penyakit   akibat   kerja,   lampiran   IV   bentuk   laporan pemeriksaan   dan   pengkajian   peristiwa   kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah.

Sumber:
Read more »
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati